Senin, 13 Maret 2017

Sora Aoi dan Para Sofis

Di salah satu pertunjukan stand-up comedy milik Pandji, entah apa nama pertunjukannya. Pandji ngomong, “ketika ganja dilarang karena menyebabkan candu, harusnya rokok juga dilarang dong? Ketika ganja dilarang karena bikin lepas kendali, harusnya minuman beralkohol juga, dong?”.

Yang menjadi perhatian saya di situ adalah candu, dan mabuk atau lepas kendali.

Setelah belasan tahun saya hidup, (iya, saya sudah 19 tahun, saya pakai belasan biar dikira masih 15 atau 16 saja, nyolong umur) saya seringkali menemui candu saya. Begitu pula dengan ketidakmampuan saya mengendalikan diri sendiri. Saya juga melihat banyak sekali orang di lingkungan saya yang juga mempunyai candu mereka sendiri. Sebenarnya, candu itu sama sekali relatif. Tiap karakter orang ditunggangi oleh candu mereka sendiri-sendiri. Perokok, tentu saja mereka—termasuk saya—ditunggangi oleh rokok-rokok mereka. Orang kaya, bisa jadi ditunggangi keinginan-keinginan rakus mereka. Orang miskin, ditunggangi orang-orang kaya. Penikmat film bokep, bisa jadi ditunggangi selangkangan-selangkangan Sora Aoi atau banyak lainnya. Contoh nomor dua dari terakhir adalah tidak tepat, hanya saja saya iri dengan orang kaya, karena saya tak kunjung kaya. Ahsudahlah. Intinya, banyak sekali hal yang membikin candu. Game, rokok, uang, gadis cantik, dan buku adalah beberapa hal yang saya sudah bertemu dengan orang-orang yang candunya adalah hal-hal tersebut. Izinkan saya berasumsi, jika ada hal yang berhasil menunggangi kita, kita akan menyebut mereka sebagai kepentingan, kebutuhan, dan bahkan kewajiban. Nah, sampai pada saat ini, candu akan kemudian membawa kita ke dalam ruangan di mana mereka yang mengendalikan kita. Kita akan masuk kepada di mana, secara teori, kita mabuk. Dan ketika kita mabuk, kita lupa akan Tuhan. ASTAGHFIRULLAH! TOBAT KLEAN!

Baiklah, kita lanjutkan.

Sampai mana tadi?

Jika saya menggunakan logika Jonru yang—mungkin—sudah ustad itu, maka saya akan memberikan kesimpulan seperti ini; mabuk adalah haram, maka orang yang menolak disebut sebagai bukan pemabuk juga haram.

Jika saya adalah Sofis Yunani, mungkin saya akan berorasi seperti ini; “dahulu kala, tempat ini adalah tempat di mana para lelaki melakukan masturbasi, setelah salah tahu dari mereka kedapatan menyetubuhi keledai, mereka sadar bahwa kebiasaan mereka adalah dosa, lalu mereka menutup tempat ini dengan segera dan kembali ke istri-istri mereka”. Lalu salah satu pengikutnya menanyakan akan hal ini, “bukankah desa ini dulunya hanyalah hutan?”. Dan saya akan pura-pura budheg dan menganggap mereka bodoh.

Saya juga hidup dengan candu saya yang masyaallah sulitnya untuk dilepas. Dan saya masih kesulitan untuk menemukan manusia yang tidak dalam pengaruh candu apapun. Apakah itu salah satu dari kalian? 

Lagi, baiklah. Saya hanya ingin menulis tentang candu ini. Karena sudah tentu candu yang tidak kita sadari jelas lebih berbahaya daripada candu-candu yang di situ dituliskan bahwa mereka menyebabkan kecanduan. Karena kita akan terus-menerus menikmati candu tersebut, tanpa ada rasa sesal lalu ingin taubat. Ah, eek kebo. Saya makin ngelantur. Sudah. Pesan moral yang mungkin tidak sadar dan sengaja saya tulis tadi tentu saja saya menulisnya ketika mabuk, tidak usah dianggap serius, apalagi dianggap menggurui, wong saya salat Subuh saja masih Senin-Kamis, kok.

Buat kalian yang belum tau Sora Aoi, lupakan dia, jauh sebelum kalian tahu enaknya ditunggangi olehnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar