Di salah satu pertunjukan stand-up comedy milik Pandji, entah apa nama pertunjukannya. Pandji ngomong, “ketika ganja dilarang karena
menyebabkan candu, harusnya rokok juga dilarang dong? Ketika ganja dilarang
karena bikin lepas kendali, harusnya
minuman beralkohol juga, dong?”.
Yang menjadi perhatian saya di situ adalah candu, dan mabuk atau
lepas kendali.
Setelah belasan tahun saya hidup, (iya, saya sudah 19 tahun,
saya pakai belasan biar dikira masih 15 atau 16 saja, nyolong umur) saya seringkali menemui candu saya. Begitu pula
dengan ketidakmampuan saya mengendalikan diri sendiri. Saya juga melihat banyak
sekali orang di lingkungan saya yang juga mempunyai candu mereka sendiri. Sebenarnya,
candu itu sama sekali relatif. Tiap karakter orang ditunggangi oleh candu
mereka sendiri-sendiri. Perokok, tentu saja mereka—termasuk saya—ditunggangi oleh
rokok-rokok mereka. Orang kaya, bisa jadi ditunggangi keinginan-keinginan rakus
mereka. Orang miskin, ditunggangi orang-orang kaya. Penikmat film bokep, bisa
jadi ditunggangi selangkangan-selangkangan Sora Aoi atau banyak lainnya. Contoh
nomor dua dari terakhir adalah tidak tepat, hanya saja saya iri dengan orang
kaya, karena saya tak kunjung kaya. Ahsudahlah. Intinya, banyak sekali hal yang
membikin candu. Game, rokok, uang, gadis cantik, dan buku adalah beberapa hal
yang saya sudah bertemu dengan orang-orang yang candunya adalah hal-hal
tersebut. Izinkan saya berasumsi, jika ada hal yang berhasil menunggangi kita,
kita akan menyebut mereka sebagai kepentingan, kebutuhan, dan bahkan kewajiban.
Nah, sampai pada saat ini, candu akan kemudian membawa kita ke dalam ruangan di
mana mereka yang mengendalikan kita. Kita akan masuk kepada di mana, secara
teori, kita mabuk. Dan ketika kita mabuk, kita lupa akan Tuhan. ASTAGHFIRULLAH!
TOBAT KLEAN!
Baiklah, kita lanjutkan.
Sampai mana tadi?
Jika saya menggunakan logika Jonru yang—mungkin—sudah ustad
itu, maka saya akan memberikan kesimpulan seperti ini; mabuk adalah haram, maka
orang yang menolak disebut sebagai bukan pemabuk juga haram.
Jika saya adalah Sofis Yunani, mungkin saya akan berorasi
seperti ini; “dahulu kala, tempat ini adalah tempat di mana para lelaki
melakukan masturbasi, setelah salah tahu dari mereka kedapatan menyetubuhi
keledai, mereka sadar bahwa kebiasaan mereka adalah dosa, lalu mereka menutup
tempat ini dengan segera dan kembali ke istri-istri mereka”. Lalu salah satu
pengikutnya menanyakan akan hal ini, “bukankah desa ini dulunya hanyalah hutan?”.
Dan saya akan pura-pura budheg dan
menganggap mereka bodoh.
Saya juga hidup dengan candu saya yang masyaallah sulitnya untuk dilepas. Dan saya masih kesulitan untuk menemukan manusia yang tidak dalam pengaruh candu apapun. Apakah itu salah satu dari kalian?
Lagi, baiklah. Saya hanya ingin menulis tentang candu ini. Karena
sudah tentu candu yang tidak kita sadari jelas lebih berbahaya daripada candu-candu
yang di situ dituliskan bahwa mereka menyebabkan kecanduan. Karena kita akan
terus-menerus menikmati candu tersebut, tanpa ada rasa sesal lalu ingin taubat. Ah, eek kebo. Saya makin ngelantur. Sudah. Pesan moral yang mungkin tidak sadar dan sengaja saya tulis tadi tentu saja saya
menulisnya ketika mabuk, tidak usah dianggap serius, apalagi dianggap
menggurui, wong saya salat Subuh saja
masih Senin-Kamis, kok.
Buat kalian yang belum
tau Sora Aoi, lupakan dia, jauh sebelum kalian tahu enaknya ditunggangi
olehnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar