Kejahatan tidak melulu soal pisau dan
parang, bahkan kejahatan yang tidak kenal pisau dan parang lebih jahat dan garang
Terlalu banyak kejahatan besar dan kejam
yang terus menerus dibiarkan atau bahkan dibudidayakan. Dan mungkin kita tak
bisa terus sadar bahwa kita memang sedang menjadi korban kejahatan itu. Hehe. Sadarkah
kita jika kita sering kali membeli sesuatu dengan menambahkan pajak sebesar 10%
untuk benda atau makanan? Memang itu sangat bagus, kita membayar pajak, dan
pajak itu untuk negara. Untungnya, pajak tersebut tidak berlaku dalam dunia
persekolahan. Kita tidak dituntut untuk membayar ppn 10% itu. Tetapi, dunia
persekolahan kita, menuntut kita untuk punya sepatu, seragam, buku, dsb. Dan benda-benda
tersebut ber-ppn 10%. Hehe.
Aneh sekali bukan? Jahat bukan? Dianalogikan seperti ini, kita dipersilakan tidur dengan gratis, tapi kita harus membayar jika kita merem. Hehehe. Mungkin saya tidak begitu ahli dalam hal analogi, tapi menurut saya analogi itu .. pas. Jahat memang, menurut saya pribadi. Hehe. Adakah yang baru sadar kejahatan itu setelah membaca tulisan ini? Atau memang sudah tahu dari dulu? Ah saya tidak peduli, saya hanya ingin menyampaikan hal itu. Mungkin saja suatu saat nanti pembaca bisa mengubahnya. Semoga saja. Hehe. Hal lain yang jahat, lagi-lagi dalam dunia persekolahan. Kejahatan yang ada dalam persekolahan—Indonesia—adalah para muridnya dari awal didoktrin untuk terus berlari dan melaju kencang. Dunia persekolahan tak ubahnya pacuan kuda yang diisi murid-murid yang disoraki oleh penonton. Para murid dituntut untuk selalu terobsesi dan suka belajar. Belajar agar bisa mengerjakan soal belaka. Tidak untuk menyelesaikan masalah. Dan hasilnya, tak usah heran jika kebanyakan murid pintar karena belajar yang seperti itu tadi, tidak punya kecerdasan untuk memecahkan masalah. Kebanyakan mereka yang terlalu serius belajar dalam pacuan kuda, mereka hanya terpacu pada garis finis, mereka tidak dibuat paham dan mengerti hal-hal lain di luar lintasan. Padahal, di luar sana masih sangat banyak sekali permasalahan yang harusnya bisa cepat diselesaikan. Mereka yang selalu belajar di sekolah yang a.k.a lintasan pacuan kuda, mereka hanya mengerti bagaimana berlari, melompati tantangan dan mencapai garis finis. Hanya itu yang mereka tahu. Saya tidak mengerti, apakah mereka dimanusiakan atau sedang dikudakan. Kejahatan? Maafkan saya, jika analogi saya sangat menyinggung. Tapi sudah saya sebutkan bukan, jika saya memang tak ahli dalam hal penganalogian. Hehe.
Aneh sekali bukan? Jahat bukan? Dianalogikan seperti ini, kita dipersilakan tidur dengan gratis, tapi kita harus membayar jika kita merem. Hehehe. Mungkin saya tidak begitu ahli dalam hal analogi, tapi menurut saya analogi itu .. pas. Jahat memang, menurut saya pribadi. Hehe. Adakah yang baru sadar kejahatan itu setelah membaca tulisan ini? Atau memang sudah tahu dari dulu? Ah saya tidak peduli, saya hanya ingin menyampaikan hal itu. Mungkin saja suatu saat nanti pembaca bisa mengubahnya. Semoga saja. Hehe. Hal lain yang jahat, lagi-lagi dalam dunia persekolahan. Kejahatan yang ada dalam persekolahan—Indonesia—adalah para muridnya dari awal didoktrin untuk terus berlari dan melaju kencang. Dunia persekolahan tak ubahnya pacuan kuda yang diisi murid-murid yang disoraki oleh penonton. Para murid dituntut untuk selalu terobsesi dan suka belajar. Belajar agar bisa mengerjakan soal belaka. Tidak untuk menyelesaikan masalah. Dan hasilnya, tak usah heran jika kebanyakan murid pintar karena belajar yang seperti itu tadi, tidak punya kecerdasan untuk memecahkan masalah. Kebanyakan mereka yang terlalu serius belajar dalam pacuan kuda, mereka hanya terpacu pada garis finis, mereka tidak dibuat paham dan mengerti hal-hal lain di luar lintasan. Padahal, di luar sana masih sangat banyak sekali permasalahan yang harusnya bisa cepat diselesaikan. Mereka yang selalu belajar di sekolah yang a.k.a lintasan pacuan kuda, mereka hanya mengerti bagaimana berlari, melompati tantangan dan mencapai garis finis. Hanya itu yang mereka tahu. Saya tidak mengerti, apakah mereka dimanusiakan atau sedang dikudakan. Kejahatan? Maafkan saya, jika analogi saya sangat menyinggung. Tapi sudah saya sebutkan bukan, jika saya memang tak ahli dalam hal penganalogian. Hehe.

menganggap hanya ketika membaca bukulah dia belajar. Berarti di lain itu, tidak dalam pembelajaran kan? Hehe. Di sisi lain, mereka yang menganggap membaca buku adalah hal yang biasa saja, sebagai kebutuhan dan kecintaan, mereka akan selalu menganggap setiap detik dalam hidupnya adalah pembelajaran yang harus dicermati. Dan ketika mereka makan, nonton film, bahkan buang air pun juga menghasilkan hal-hal baru untuk mereka. Dan itu sangat bermanfaat, dan mereka gunakan dalam kehidupan mereka. Hasilnya, walaupun tak punya gelar sarjana, mereka berbahagia dan sejahtera hidup di dunia. Mereka pergi ke warkop, untuk memberi dan menerima pembelajaran dari orang lain.
Intinya, mata sebagian kita tidak
dibukakan secara luas oleh dunia persekolahan di Indonesia ini. Dunia
persekolahan kita cenderung lebih sibuk untuk memperkenalkan pentingnya
belajar. Dan tidak dijabarkan dengan jelas bagaimana seharusnya belajar itu
kita terapkan. Dan kita hanya diperkenalkan dengan pemikiran yang menyesatkan.
Pemikiran yang beranggapan bahwa jika kita membaca buku, kita belajar, jika
kita belajar, kita membaca buku. Dan belajar hanya selalu dikaitkan dengan
buku. Padahal bukan itu intinya. Karena doktrin sesat itu, banyak sekali dari
kita ogah belajar. Karena mereka tak suka membaca. Padahal belajar bukan
hanya soal membaca buku, kok.
Kejahatan
dalam dunia persekolahan tidak pakai parang dan pedang, kan? Tapi
kejahatan itu membuat jutaan orang sengsara dalam kebodohan. Hmm.. soal analogi
pacuan kuda, itu kejahatan bukan sih? Mengudakan orang-orang itu .. jahat?
Mungkin iya. Aaahh .. sudahlah, maafkan saya, kuda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar