Betapa indahnya
***
Diceritakan, beberapa zaman yang
lalu. Pada saat tablet—yang obat—pun masih sangat asing dengan bangsa ini.
Diceritakan bahwa ada seorang kiai muda yang sowan kepada kiai sepuh.
Dalam kunjungannya, beliau meminta doa restu dan cara agar angan-angan
beliau—kiai muda—itu tercapai. Angan-angan apa? Membuat seluruh rakyat
Indonesia menjadi muslim. Semuanya. Lalu kiai sepuh itu bergegas
mengambil al-Qur’an di dekatnya dan lantas membukanya. Beliau—kiai sepuh—memberikan
Qur’an tersebut kepada kiai muda, dan berkata, “Mas, kalau sampeyan
ingin angan-angan sampeyan tercapai,
hapuslah kata-kata كافرون, كافرين, فاسقين, ظالمبن, dsb dalam Qur’an ini.
Maas, sampeyan ini aneh-aneh saja. Wong dalam Qur’an saja jelas
sangat banyak ditulis kata-kata tadi, kok sampeyan mau Islamkan semua
orang? Qur’an itu kitab yang bakal valid sepanjang zaman. Dan kata-kata tadi
itu, menunjukkan bahwa tidak akan tercapai angan-angan mas tadi itu. Sudah, ngaji
yang benar saja. Dakwah sebisanya”. Spontan sang kiai muda terkejut dan
memerah wajahnya. Entah mengapa.
***
Yatsrib. Dibangun oleh Yatsrib
bin Lauz bin ‘Amliq bin Saam bin Nuh. Kota tersebut adalah kota tujuan hijrah
nabi yang terakhir. Hijrah nabi tersebut bukan tanpa tantangan, tantangan yang
harus diselesaikan adalah keberadaan masyarakat yang majemuk. Mulai dari umat
Islam yang datang bersama nabi dari Mekkah(yang dikenal dengan muhajirin),
umat Islam pribumi yang terdiri dari Khazraj dan Auz(Anshar), umat
Yahudi yang terdiri dari bani Khuraidzah, bani Qainuqa’ dan bani Nadzir.
Tantangan yang dihadapi nabi adalah memilih apa yang harus dilakukan dalam
menyikapi kemajemukan masyarakat Yatsrib kala itu. Dan nabi menyikapi perbedaan
itu dengan membuat perjanjian yang lebih dikenal dengan ‘Piagam Madinah’.
Betapa benar dan tepat piagam Madinah itu, sampai-sampai Sayyidina Ali sampai
berkata, “teks piagam Madinah paling sahih setelah al-Qur’an”. Begitu
kata beliau kala itu. Apa isi piagam Madinah? Isi pembukaannya adalah :
بِسْمِ
الله الرّحمن الرحيم. هَذَا كِتَابُ مُحَمَّد. الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ قُرَيْش وَ
المسْلِمُون مِن يَثْرِب وَ الْيَهُوْد وَ مَنْ تَبِعَهُم وَ لَحِطَ بِهِم وَ جَاهَدَ
مَعَهُم. إنهم أُمَّةٌ وَاحِدَة.
Inti dari pembukaan itu adalah umat Islam dari Quraisy
(dari Mekkah), umat Islam dari Yatsrib, umat Yahudi, dan siapapun yang
mengikuti mereka, dan berjuang bersama mereka, mereka adalah umat yang 1. Dalam
pembukaan tersebut sudah jelas bahwa nabi tidak ingin adanya diskriminasi yang
timbul karena perbedaan yang ada. Mulai perbedaan etnis, suku, dan agama. Dan
jelas dikatakan oleh nabi bahwa rakyat Yatsrib yang majemuk itu, asalkan dengan
visi dan misi yang sama, mereka adalah umat yang 1. Mereka adalah dalam satu
kesatuan bangsa. Yang mana kesemuanya itu harus mendapatkan hak-hak mereka,
mendapatkan fasilitas yang sama, dan mendapatkan apa yang harus mereka
dapatkan. Betapa nabi anti diskriminasi. Dan sikap nabi
itu berbuah sangat indah. Masyarakat Yatsrib hidup berdampingan dengan damai
dan sejahtera. Betapa nabi tak ingin ada diskriminasi. Dan itu beliau tunjukkan
dalam piagam Madinah. Dalam poin 15, dikatakan bahwa seluruh masyarakat diberikan
kebebasan untuk beraktivitas. Dan itu termasuk aktivitas ibadah dan agama. Betapa
nabi sangat adil dan bijaksana menyikapi perbedaan. Dan dalam poin paling
akhir, disebutkan bahwa و لا عدوان إلا على الظالمين . Yang
artinya, tidak boleh penduduk Yatsrib bermusuhan karena beda etnis, beda suku,
atau beda agama. Tidak boleh disebut musuh karena—misal—dia itu Yahudi, dia China
dsb. Tidak boleh memusuhi seseorang karena etnis, suku, dan agama. Yang boleh
dimusuhi adalah orang zalim karena kezalimannya. Karena kezalimannya. Karena kezalimannya.
Bukan karena apapun. Hanya karena kezalimannya. Ada suatu kisah bahwa seorang
pencuri berhasil ditangkap oleh beberapa warga. Namun setelah tahu bahwa si
pencuri itu berasal dari keluarga terhormat, salah satu warga berinisiasi untuk
melepaskannya. Setelah mengajukan inisiatif itu, nabi marah besar dan lalu
bersabda, “demi Allah wahai Usamah, jika Fatimah(putri nabi)mencuri, aku
sendiri yang akan memotong tangannya”. Dengan sistem yang begitu baik itu,
penduduk Yatsrib sejahtera hidup dalam kemajemukan. Berkat sikap nabi yang
begitu bijaksana menyikapi perbedaan yang ada. Dan itulah mengapa Yatsrib tidak
lagi disebut Yatsrib. Diganti dengan Madinah. Mengapa ‘madinah’? Karena
penduduk di kota itu adalah orang-orang yang mutamaddin, mereka hidup
dalam sistem yang tamaddun. Sistem yang modern. Alhasil, Madinah adalah
kota di mana para mutamaddin hidup dalam sistem yang tamaddun. Dengan
segala bukti bahwa nabi sangat enggan kepada diskriminasi, saya pribadi sangat
menyesalkan jika ada yang membawa nama-nama Islam untuk mendiskriminasi orang
lain. Yang dibenci hanya karena beda etnis, beda agama, atau beda suku.
Membuktikan bahwa umat Islam yang masih saja bersikap diskriminatif tersebut
masih goblok, bahkan tidak tahu apa itu piagam Madinah. Dan mereka—umat yang
masih goblok—masih lebih primitif dibandingkan dengan zaman nabi waktu
berbangsa dan bernegara di Yatsrib, yang selanjutnya bernama Madinah.
Bagaimana? Masih bisa terkena serangan kampanye gelap yang hanya muncul sesaat
tanpa fakta yang jelas itu? Yang saya sesalkan yaitu kampanye gelap itu
melecehkan etnis dan agama lain, dan mereka membawa label Islam. Bahkan
mencantumkan ayat suci di sana. Mereka tak sadar jika mereka bahkan sudah
melecehkan Islam dan ayat-ayat suci al-Qur’an. Aah sudahlah. Betapa indahnya
bukan? Di zaman tamaddun itu maksud saya. Heuheuheu.
[tentang piagam Madinah, untuk lebih lengkap baca al-Siirah
al-Nabawiyah karya Abdul Malik bin Syam al-Anshari hal. 119-122]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar