Dalam
satu kesempatan, saya berkesempatan ngaji
bareng KH. Mustofa Bisri. Dalam pengajiannya, beliau menyinggung banyak tentang
kependidikan. Dan salah satu bahasannya adalah yang selama itu menghantui saya.
Pendidikan di Indonesia, itu sebenarnya belum/kurang tepat. Kurang tepat karena
namanya adalah pendidikan, tapi nyatanya yang ada di lembaga-lembaga—yang mereka
sebut—pendidikan, hanyalah pengajaran. Pendidikan dan pengajaran ini dua hal yang berbeda jauh lho. Pendidikan,
dengan kata dasar didik, artinya pendidikan itu adalah di mana guru mendidik
muridnya.
Mendidik itu sudah pasti mengajarkan, tapi jika pengajaran, belum pasti mendidik. Nah .. Apa yang selama ini kita sebut sebagai pendidikan, belum nampak benarnya. Karena selama ini kita hanya merasa diajar saja. Guru masuk kelas, lalu mengajarkan kita sesuatu hal baru, lalu mereka pergi pulang. Terus saja seperti itu. Tidak ada chemistry yang erat antara guru dan murid. Dan dampaknya, sistem yang selama ini kita sebut pendidikan, hanyalah sebatas kata saja. Bahkan, UN itu tidak mencerminkan pendidikan lho. Menurut saya. Mengapa? Karena kita tidak pernah tahu di mana kita salah dan tidak akan pernah tahu di mana kita salah. Dan kita tidak diberikan jawaban yang benar untuk soal-soal yang kita tidak tahu tadi. Pendidikan kan harusnya mendidik, mendidik itu ya membenarkan yang salah. Bukan hanya memberikan kertas berisi nilai saja. Mendidik itu ya menjadikan yang dididik lebih benar, tidak dicaci maki dan akhirnya frustrasi. hehehe. Itulah mengapa kata-kata itu memang harus dipilah dan dipilih dengan teliti, agar tidak terjadi salah kaprah seperti ini. Bahasa memang unik. Bisa menyebabkan semuanya. Tapi lebih unik yaitu bahasa Indonesia. Unik sekali. Contohnya saja, kerap ada kerancuan dalam institusi pendidikan kita. Kita masih tetap menggunakan ‘Lembaga Pendidikan’ tapi tiap tahun menggunakan ‘Tahun Ajaran’. Bukankah pengajaran dan pendidikan adalah dua hal yang jelas berbeda? Ini juga, kita kerap dengarkan kata-kata ‘tersangka’ dari media. Dan sadarkah kita, bahwa ‘tersangka’, itu tersusun dari kata ‘sangka’? tersangka=disangka. Benarkah saya, para ahli bahasa Indonesia? Jadi, ‘tersangka’ adalah orang yang disangka. Jadi belum pasti melakukan tindak pidana. Mungkin karena itulah, para tersangka bisa seenak udelnya keluar masuk penjara. Hehehe. Bagaimana, para ahli bahasa Indonesia? Benarkah saya tadi? Kalau salah ya tidak apa-apa, kan bisa dibenarkan. Kan kita lagi menerapkan pendidikan. Heuheu.
Mendidik itu sudah pasti mengajarkan, tapi jika pengajaran, belum pasti mendidik. Nah .. Apa yang selama ini kita sebut sebagai pendidikan, belum nampak benarnya. Karena selama ini kita hanya merasa diajar saja. Guru masuk kelas, lalu mengajarkan kita sesuatu hal baru, lalu mereka pergi pulang. Terus saja seperti itu. Tidak ada chemistry yang erat antara guru dan murid. Dan dampaknya, sistem yang selama ini kita sebut pendidikan, hanyalah sebatas kata saja. Bahkan, UN itu tidak mencerminkan pendidikan lho. Menurut saya. Mengapa? Karena kita tidak pernah tahu di mana kita salah dan tidak akan pernah tahu di mana kita salah. Dan kita tidak diberikan jawaban yang benar untuk soal-soal yang kita tidak tahu tadi. Pendidikan kan harusnya mendidik, mendidik itu ya membenarkan yang salah. Bukan hanya memberikan kertas berisi nilai saja. Mendidik itu ya menjadikan yang dididik lebih benar, tidak dicaci maki dan akhirnya frustrasi. hehehe. Itulah mengapa kata-kata itu memang harus dipilah dan dipilih dengan teliti, agar tidak terjadi salah kaprah seperti ini. Bahasa memang unik. Bisa menyebabkan semuanya. Tapi lebih unik yaitu bahasa Indonesia. Unik sekali. Contohnya saja, kerap ada kerancuan dalam institusi pendidikan kita. Kita masih tetap menggunakan ‘Lembaga Pendidikan’ tapi tiap tahun menggunakan ‘Tahun Ajaran’. Bukankah pengajaran dan pendidikan adalah dua hal yang jelas berbeda? Ini juga, kita kerap dengarkan kata-kata ‘tersangka’ dari media. Dan sadarkah kita, bahwa ‘tersangka’, itu tersusun dari kata ‘sangka’? tersangka=disangka. Benarkah saya, para ahli bahasa Indonesia? Jadi, ‘tersangka’ adalah orang yang disangka. Jadi belum pasti melakukan tindak pidana. Mungkin karena itulah, para tersangka bisa seenak udelnya keluar masuk penjara. Hehehe. Bagaimana, para ahli bahasa Indonesia? Benarkah saya tadi? Kalau salah ya tidak apa-apa, kan bisa dibenarkan. Kan kita lagi menerapkan pendidikan. Heuheu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar