Entah apa yang membuatku suka
bermain bola. Bola, dalam hal ini adalah sepakbola. Aku masih sangat ingat
ketika aku mengganggu jalannya nonton bareng final piala dunia 2002 antara
Brasil melawan Jerman. Untukku, itu salah satu bukti bahwa pada tahun itu, aku
masih mah moh pada bola. Singkat waktu, di suatu siang, ketika aku
sedang leyeh-leyeh di kamar, seorang kawan mengajakku bermain bola. Ketika
itu, aku ikuti saja apa katanya. Tanpa aku tahu apa itu sepakbola. daripada aku
menganggur, pikirku saat itu. Lalu beberapa minggu lagi, ia yang harus
mendengarkan teriakanku dari luar kamarnya. Meminta hal yang sama. Mulai saat
itulah aku menjadi bocah yang gila bola. Aku mencuri-curi waktu untuk bermain
bola ketika masih berada di sekolah. Sepulangku dari sekolah, aku mengerjakan
tugas sekolah sampai tuntas—ya, aku memang sangat rajin perihal seperti ini,
paling tidak, dahulu kala. Setelah itu, ketika hari sudah mulai sore, aku
keluar rumah dan mengajak teman-temanku untuk bermain bola. Lagi. Di sela-sela
pertandingan, terkadang ada seorang ustad yang menghampiriku dan memintaku
untuk membaca beberapa pelajaran mengaji. Mungkin lebih familiar dengan sebutan
ngaji privat. Karena aku tak begitu banyak memiliki banyak pilihan, aku pergi
ke rumah dan membaca satu atau dua halaman buku Iqro’. Setelah itu, setelah aku
tak begitu memusingkan nilai apa yang diberikan kepadaku, aku berlari ke
lapangan dan kembali lagi bermain bola. Sebelum langit gelap, aku enggan untuk
beranjak dari lapangan. Aku begitu menikmati bagaimana aku menghabiskan waktu
kala itu. Pagi? Sudah. Sore? Sudah. Sudah? Belum. Di malam hari, aku juga
seringkali bermain bola. Biasanya tepat setelah pertandingan bola Liga Inggris
bubar. Dengan kaus long-sleeve, aku berangkat ke lapangan dan berasa
seperti pemain profesional yang baru saja kutonton barusan. Gila bola inilah
yang mungkin membuatku tak kunjung gemuk. Terakhir kali aku gemuk, aku masih
berusia tiga tahun atau kurang. Lebih dari itu, aku begini-begini saja. Ya,
minimal, aku cocok dengan iklan susu Hi-Lo, tumbuh itu ke atas, bukan ke
samping. Apakah aku Hi-Lo radikal?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar