Kamis, 13 April 2017

Babi Adalah Kita

Beberapa waktu ini, kurang lebih tiga tulisan yang harusnya bisa kutulis, tetapi setelah beberapa paragraf rampung, tulisan itu kuhapus semuanya, dan aku menatap langit, tanpa daya.
Pertama, aku gagal menulis tulisan yang menyoal Zakir Naik karena pada ujungnya, aku merasa bahwa tulisanku tentang itu tak obyektif-obyektif amat, di lain tulisan itu mungkin tak begitu diminati karena aku menulis beberapa hal yang cukup teknis. Hal teknis ini mungkin sulit untuk ditulis tidak menggunakan bahasa teknis karena memang begitu adanya. Di lain itu, aku juga kehabisan referensi untuk menulis soal dia. Karena banyak terlalu banyak ketidaksetujuanku soal dia yang seakan itu akan membuat tulisanku berbau naif, berbau sekali.
Kedua, aku gagal menulis karena ketika aku ingin menulis soal Luis Enrique dan egonya yang ia pupuk, aku gagal bahkan ketika aku masuk paragraf kedua. Ketika itu aku mencari referensi tentang bagaimana ia bergelut di dunia sepakbola dan akhirnya bisa menjadi seperti ini. ketika aku mencari referensi-referensi itu, aku menemukan tulisan dari Bang Pange (Pangeran Siahaan) yang di situ banyak sekali pujian dan rasa terimakasih terhadap Zen RS yang membuatnya bisa menulis seperti saat ini. setelah membaca itu, aku merasa menjadi debu di sandal jepit mereka berdua. Aku ndingkluk, dan menghapus semua huruf di paragraf pertama, lengkap dengan judulnya.
Ketiga, ketika aku ingin curhat soal apa yang sedang akan kukerjakan sekarang, aku memulai dengan kalimat yang begitu identik dengan kalimat-kalimat yang telah kugunakan di tulisan lain. Historikal. Tulisan-tulisanku tak variatif cenderung membosankan. Aku berpikir-pikir tentang bagaimana aku bisa menulis dengan model yang lain, dan akhirnya gagal. Hasilnya adalah tulisan ini, yang juga sama historikalnya dengan tulisan-tulisan sebelumnya.
Aku adalah babi yang tak tahu aku babi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar