Selasa, 29 April 2014

Syukur, Syukur!

Bahagia itu mudah. Kata para pemikir khusus, bahagia itu sederhana. Bagi kami—para manusia malam—bahagia itu mudah. Dan kebahagiaan kami tidak sesederhana kebahagiaan mereka. Kebahagiaan kami lebih kompleks, lengkap nan menawan. Kebahagiaan kami didapat dengan cara yang lebih sederhana dari mereka.
            Kebahagiaan dalam diri kami sangatlah mudah didapat, itu karena kehidupan kami memang melulu soal bagaimana bahagia dan tidak mengeluh. Mereka—manusia khusus—bersulit-sulit untuk untuk ‘dapatkan’ kebahagiaan—yang padahal ada setiap saat. Yaaa, karena mereka terus mempermasalahkan masalah-masalah yang mereka buat sendiri. Mereka setiap harinya juga belajar, bekerja dalam tekanan. Bak hidup dalam panci presto.


            Dalam dunia malam, kami diajarkan selalu merasa bahagia. Jika kami stres, banyak astronom yang lagi cangkruk di jalanan untuk mengingatkan pengidap stres akan luasnya tata surya, galaksi, sampai luasnya tempat yang memang sangatlah luas. Dengan mereka, ruang dan waktu jadi tidak terbatas luasnya. Kita diingatkan kembali oleh mereka, betapa kecil masalah yang kita hadapi. Tidak dengan perbandingan manusia di satu pulau, satu negara, satu benua, atau satu dunia saja, tapi jauh lebih luas dari itu. Karena memang orientasi keberadaan selain kita sangatlah kita hargai dan kita anggap semua komponen di dalam kehidupan ini memiliki andil yang sama. Dan alhasil, salah seorang dari kita yang tadinya stres spontan sembuh. Yaaa ..  mereka akhirnya sadar, jika masalah yang dihadapinya ternyata sepermilyar nan dibanding semesta. Jika masih tak sembuh dan malah terus mengeluh, mereka disinyalir bukan dari dunia malam.
            Kembali ke “kebahagian”, di dunia malam, hanya 0,3% penduduk yang tidak bahagia. Dan mereka—dia—adalah warga asing. Dia datang ke sini untuk mempelajari sistem dan kehidupan di sini. Karena mereka—dia—tidak terlalu terbiasa, mereka stres dan tidak kunjung selesai observasinya.

            Warga pribumi di sini sangat kental dengan kebahagiaan. Karena di setiap hembus nafas mereka, syukur mereka terhembuskan juga dari dari hati mereka. mereka selalu merasa terkasih oleh Tuhan. Karena itulah, mereka wajib syukur dan bahagia. Dan mereka bahagia. Sangat bahagia. Kehidupan fana yang diberikan oleh Tuhan kepada mereka, kesehatan yang masih diberikan kepada mereka, mereka bersyukur sekali. Dan untuk itu, mereka terus berbahagia. Karena itulah memang obat mujarab agar tetap sehat. Dalam itikad mereka, mereka masih diberikan kehidupan agar memberikan manfaat dalam kehidupan ini. Kepada makhluk yang lain. Yang hidup atau tak hidup. Tak ayal, mereka selalu merasa senang jika memberikan kemanfaatan bagi makhluk lain. Itulah ibadah yang memang hakikatnya tak punya batas ruang dan waktu. Dan jika mereka dipanggil oleh Sang Kuasa untuk tidak lagi berada di dunia fana, mereka juga sangat senang dan bahagia, karena mereka merasa terkasih oleh Tuhan, Tuhan mengambil diri mereka agar tak lagi menambah daftar kecerobohan dan dosa-dosanya. Betapa mudah bahagia itu memang. Mereka bahagia karena mereka sadar dan paham jika tanah yang mereka jadikan pijakan untuk pergi ke tempat ibadah, tanah yang mereka jadikan pijakan untuk memberikan pengajaran pada orang lain, tanah yang mereka pijak untuk beribadah dalam sajadah panjang mereka adalah tanah yang diberikan secara begitu saja oleh Tuhan. Mereka sadar jika sistem tubuh mereka yang diberikan kesehatan oleh Tuhanlah yang menjadikan mereka bisa ibadah kepada-Nya. Mereka juga sadar, jika mereka bisa leluasa beribadah tanpa pusing memikirkan oksigen yang dihirup—tinggal hirup saja. Mereka senang .. mereka bahagia .. karena memang mereka selalu merasa Tuhan selalu bersama mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar